Sabtu, 04 April 2015

Kembaranku *cerpen mini

            Aku memiliki seorang kembaran laki-laki. Sejak kecil, kami selalu bersama dan saling menyayangi satu sama lain. Ia memiliki wajah yang tampan dan suara sebening salju, serta fans yang banyak di luar sana.
            Saat TK, kami sangat menyukai album Petualangan Sherina. Sewaktu kaset itu diputar, dia yang menyanyi sementara aku menari balet.
            Melihat bakat kami, Bunda memutuskan untuk menyekolahkan kami di sekolah musik dan tari. Aku mengambil kelas vokal dan gitar serta kelas balet, sedangkan dia mengambil kelas vokal dan biola serta kelas tari internasional.
            Kami bukanlah anak yang terlahir di keluarga kaya raya. Suatu hari, kembaranku mendengar Bunda mengeluh bahwa biaya sekolah kami mahal ditambah kami baru saja mendapat seorang adik. Kembaranku pun berkata pada Bunda kalau dia akan keluar dari sekolah musik dan tari karena ia masih bisa belajar denganku di rumah. Tapi, Bunda menolak permintaannya tersebut.
             Aku mendengarnya. Aku tidak setuju jika kembaranku keluar karena aku takut bila harus menjalani semua sendirian. Meski di sisi lain aku pun merasa kasihan dengan ayah bundaku. Setelah lama berpikir, aku mengajak kembaranku untuk mencari uang.
             Awalnya kami berjualan buah yang kami petik dari pekarangan rumah sambil mengamen di pasar setiap minggunya. Lalu, kami mulai membuat berbagai aksesoris dan menjualnya di sekolah. Sepertinya kembaranku berbakat dalam hal mendesain karena dia memang suka menggambar.
             Singkat cerita, bisnis kami berkembang lumayan cepat. Kami memutuskan untuk membuka toko di mall. Rasanya sangat menyenangkan ketika bisa menghasilkan uang sendiri untuk membayar biaya sekolah, bahkan lebih dari yang pernah dibayangkan sebelumnya.
             Aku semakin bersemangat untuk terus belajar pelajaran sekolah, musik, tari, serta bisnis. Meskipun hal ini benar-benar menyita waktu dan tenaga serta menguras otak, aku tetap berusaha mengatur waktu dengan baik dan bersungguh-sungguh.
             Setelah lumayan lama belajar musik, kami mengikuti perlombaan demi perlombaan dan akhirnya berhasil mewakili Indonesia dalam perlombaan internasional di Austria. Bangga sekali ketika kami disebut sebagai salah satu pemenang kompetisi tersebut. Memang benar bahwa usaha keras itu tak akan mengkhianati.
             Aku mulai melirik bisnis di bidang kuliner dan mulai merintis sebuah kafe bernuansa rumahan yang nyaman serta dilengkapi dengan perpustakaan. Kembaranku banyak membantu terutama dalam hal desain interior kafe, walau dia tetap lebih fokus dalam mengembangkan bisnis terdahulu kami yang kini sudah menjadi sebuah butik.
             Setelah lulus SMP, kembaranku memilih untuk melanjutkan SMA di Paris sekalian kursus mode di sana karena dia mempunyai ketertarikan besar terhadap dunia fashion dan berharap bisa menjadi desainer kenamaan dunia. Sementara aku tetap tinggal di Indonesia untuk mengurus bisnis di sini. Sebenarnya aku ingin ikut sekolah di sana karena aku tidak terbiasa hidup terpisah dengan kembaranku. Tetapi, kurasa ini waktu yang tepat bagiku untuk belajar mandiri. Rencananya, kami akan kuliah di Universität für Musik und darstellende Kunst Wien (The University of Music and Performing Arts Vienna) yang terletak di ibukota Austria.
             Tiba-tiba terdengar lantunan lagu Bye Bye dari Raisa Andriana. Itu bunyi alarmku. Tunggu, alarm? Aku langsung terduduk di tempat tidur. Ternyata semua hanya mimpi. Kenyataannya aku tidak mempunyai kembaran dan juga tidak bisa menari balet. Tidak pula mahir memainkan alat musik. Sepertinya, aku memang harus say bye bye dengan mimpi indahku itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar