Rabu, 08 Januari 2020

Everyone is Unique

Rin, pinjam otak bentar dong.
Aku sering denger kalimat itu dari SD. Bahkan bukan cuma pas musim ujian, kadang ada orang yang ngeliatin dan langsung bilang gitu.
Aku gak pernah marah atau gimana, tapi hal ini jadi semacam "pertanyaan besar" buatku. Kenapa bisa ya orang lain pengen meminjam sesuatu yang gak bisa dikasih pinjam? (this question coming up karena ada orang yang serius ngomongnya, tak sekedar bercanda)

Setelah masuk ke lingkungan yang lebih beragam, punya teman dengan latar belakang & pola pikir yang beda, belajar tentang self-love dan self acceptance.. I realized that there are many factors behind that.

Mungkin dulu (sebelum sistem ranking dihapus) semua orang menganggap ranking teratas di sekolah segala galanya.
Mungkin mereka penasaran.
Mungkin mereka kira hidupku akan lebih mudah karena ranking bagus.
Dan ada juga yang mengaku insecure, merasa minder kalau dekat aku.

Kalau pola pikirku masih kelewat childish atau antagonis gitu pasti langsung mikir "wow aku lebih keren pake banget dibanding kamuuu". Kemudian sombong lalu congkak.

But,  seriously.. Lahir di keluarga yang mendukung pendidikan dan bakatku adalah privilege (keistimewaan) tersendiri bagiku. Punya otak yang kadang-kadang pengen dipinjam orang lain pun privilege. Tapi kadang pusing juga karena over thinking.

Untuk teman temanku yang merasa insecure, kalian belum ketemu aja what's your best. Belum ketemu aja tujuan hidup kalian. It's all about time.
Kalian gak butuh pinjem otakku, mau kayak aku.. karena belum tentu juga kan kalian mau suka matematika kaya aku? 😂😂

Everyone is unique with their own brain, mind, talent, and character. Embrace yours.

Rabu, 01 Januari 2020

Kapan waktu itu datang?

Have you ever talk to yourself?
Who is my future husband?
How it will be?
Will I have a happily ever after marriage?
And many more questions..

Pertanyaan itu hanya dapat dijawab oleh waktu.
Mungkin dipertemukan besok, tahun depan, atau 5 tahun lagi.
Rahasia. Akan terbuka di suatu hari.

Have you ever fall in love?
Fall in love until it hurts.
You try to hide it, but your eyes can't lie anymore.
You try to silent, but your mouth want to say it louder.

Aku pernah.
Pernah mencintai sampai aku lupa mencintai diri sendiri.
Pernah bergantung. Terobsesi.
Memaksakan perasaan.
Mencari pelarian.
Dijadikan pelarian.

I learned a lot.
Love could not be forced.
If you fight on your own,
a relationship could not build up.

Jodoh itu satu frekuensi, kata Habibie.
Hakikat tertinggi dari mencintai itu melepaskan, kata Varsha.
Apa benar? kataku.

Yeah, surely that's true.
You will learn from heartbreak,  they said.
It was painful, but you may know yourself better.

Jodoh bukan hanya tentang cinta.
Memang hati yang merasa, tapi tak boleh tanpa logika.
Jangan bergantung pada manusia yang fana.
Sebab, dunia ini tak berpusat pada dirinya saja.

I thought love could conquer the world.
But it is not enough.
A relationship needs a vision,
there will be choices,
and decisions.

Berkali kali aku jatuh cinta.
Berkali kali pula aku melepaskan.
Hakikat tertinggi?
Ya, sebelum aku memaksakan dan lupa diri.

Is that easy?
No,  not at all.
Sometimes I wanna go back.
But I have to.
I have to let go.

Lalu kapan?
Kapan waktunya akan datang?
Kapan waktunya menghabiskan waktu bersama hingga hari tua?
Hingga kembali melepaskan, karena maut yang memisahkan.

Will it be sooner?
Or it will be later?
I don't know.
Everybody doesn't know.

Lagi lagi pertanyaan itu hanya dapat dijawab oleh waktu.
Mungkin segera.
Mungkin tidak di dunia ini.
Lagi lagi, itu rahasia.